Rabu, 27 Juni 2012

BAB IV IMPLEMENTASI KETELADANAN DEBORA SEBAGAI PEMIMPIN


BAB IV
IMPLEMENTASI KETELADANAN DEBORA SEBAGAI PEMIMPIN

Adapun keteladanan karakteristik Debora sebagai pemimpin yang telah dibahas dalam bab tiga, dimana Debora memiliki karakteristik yang baik sehingga menjadi besar.  Debora adalah seorang nabiah yang rendah hati, berani (berani karena kebenaran), dan Debora sebagai motivator bagi Barak.  Sebagai pemimpin Kristen baik di lembaga pendidikan maupun di gereja-gereja hendaklah memiliki ketiga karakteristik ini, walaupun masih banyak karakteristik lain yang baik untuk dimiliki oleh seorang pemimpin Kristen.

A. Rendah Hati
Bilangan 12:3 (NKJV) Mengatakan, “ Musa adalah orang yang sangat rendah hati, melebihi semua orang yang hidup di bumi ini.”  Alkitab menjelaskan bahwa Musa adalah orang yang paling rendah hati di dunia pada masa itu.  Beberapa penerjemah Alkitab menggunakan “meekest” (paling lembut) sebagai ganti “humblest” (paling rendah hati) untuk menerjemahkan kata Ibrani ‘anaw.  Jadi, Musa adalah salah satu tokoh Alkitab yang dapat diteladani. 
Sebagai pemimpin yang berkuasa Musa adalah pemimpin paling rendah hati.  Ini cocok dengan apa yang dikatakan Tuhan Yesus “Barang siapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan” (Matius 23:12).[120]  Menjadi seorang yang rendah hati memang sulit, namun sikap rendah hati terhadap Tuhan dan sesama itulah yang dikehendaki Tuhan kepada manusia. 
Kerendahan hati memiliki dua dimensi.  Pertama adalah kerendahan hati terhadap Tuhan, dan yang kedua adalah kerendahan hati terhadap sesama dengan kata lain kerendahan hati vertikal dan kerendahan hati horizontal.
Kerendahan hati vertikal (terhadap Tuhan) adalah dasar yang tidak tergantikan bagi kerendahan hati seorang pemimpin dalam hubungan sesama
Peter mengatakan kerendahan hati vertikal bagi kerendahan hati horizontal sama dengan iman bagi perbuatan, artinya iman yang murni adalah melakukan perbuatan yang baik.[121]  Itulah sebabnya Yakobus menulis, “Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (Yakobus 2:17).  Iman yang mati dapat hidup dengan perbutan, ini berlaku juga bagi kerendahan hati.  Sebagai pemimpin Kristen sebaiknya rendah hati di hadapan Tuhan, tetapi jika pemimpin itu tidak rendah hati terhadap orang lain di sekitarnya, maka tidak ada kehidupan.  Intinya, satu-satunya bukti yang dapat diukur bahwa seorang pemimpin mempunyai iman sejati adalah perilaku mereka. 
Yakobus berkata “Tunjukanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku” (Yakobus 2:18).  Ini cara lain untuk mengatakan bahwa perbuatan berbicara lebih keras dari pada kata-kata.  Jadi, sebagai pemimpin Kristen dapat dengan tulus mengevaluasi diri mereka benar atau salah adalah dengan mengamati apakah mereka rendah hati dalam berurusan dengan orang lain, inilah cara satu-satunya yang tepat.[122]
Jika mereka sudah memiliki sifat kerendahan hati di hadapan Tuhan, maka mereka siap untuk melangkah dalam dimensi yang kedua, yaitu berhubungan dengan orang lain (Kerendahan hati horizontal).  Kerendahan hati horizontal adalah kerendahan hati terhadap sesama, artinya perilaku seorang pemimpin terhadap sesama adalah menunjukkan apakah mereka rendah hati atau tidak.  Itulah kerendahan hati horizontal.  Jadi, selama hidup di bumi ini, maka yang horizontalah yang paling penting.  Murray menyatakan pendapat yang sama dengan mengutip Rasul Yohanes, “Barang siapa tidak mengasihi saudara-saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya” (1 Yohanes 4:20). 
Murray menulis, kasih manusia kepada Tuhan hanyalah angan-angan, kecuali kebenarannya dibuktikan dalam menghadapi ujian kehidupan sehari-hari dengan sesama manusia.  Begitu pula dengan kerendahan hati, jadi kerendahan hati seseorang di hadapan manusia adalah bukti yang cukup bahwa kerendahan hati seseorang di hadapan Tuhan memang nyata.[123]
Pemimpin yang rendah hati adalah pemimpin yang tunduk pada pada profesi.  Artinya tunduk kepada orang yang memberi tugas dan menjalankan tugas dengan baik.  Untuk menjalankan tugas tersebut seorang pemimpin memiliki kejujuran dan berintegritas, sehingga mereka menjadi orang yang dapat dipercaya. Sebagai pemimpi Kristen sebaiknya memiliki kerendahan hati, tunduk pada profesi dan terlebih kepada Tuhan, mengutamakan kepentingan orang lain dan menjadi pendengar yang baik bagi orang lain.  Jika pemimpin ingin berhasil, maka hendaknya mereka menerapkan prinsip ini.
B.  Berani
Pemimpinan yang berani adalah krusial dan diperlukan dalam sebuah lembaga pendidikan Kristen, gereja dan lembaga lainnya.  Berani yang dimaksud adalah berani karena kebenaran.  Seorang yang berani tidak brutal, emosi dan gegabah.  Pemimpin yang berani bearti pemimpin yang menegakkan kebenaran ilahi dan memiliki pendirian yang tetap dalam mengambil segala keputusan.
Berani dalam arti bertindak benar dan mempertahankan kebenaran, tidak kompromi dengan kejahatan dan prilaku buruk baik korupsi, manipulasi dan berbohong.  Ketika keberanian itu dibutuhkan oleh orang-orang Kristen, sebagai pemimpin tidak hanya duduk manis saja, mereka perlu melakukan sesuatu dalam bertindak, menjadi proaktif.  Sebagai pemimpin ketika mengetahui sesuatu itu merupakan hal yang benar, mereka akan tetap pada pendirian  dan membicarakan hal itu, tanpa memperdulikan apapun yang dapat terjadi.  Hal ini serupa dengan apa yang dilakukan Debora hakim Israel sebagai penyambung lidah Allah. 
Debora berani karena kebenaran Allah, maka menyuruh Barak untuk maju berperang memimpin orang Israel yakni sepuluh ribu orang bani Naftali dan Zebulon menuju gunung Tabor untuk melawan Sisera panglima tentara Yabin raja Kanaan.  Debora tidak peduli dengan apa pun yang akan terjadi, karena Debora tetap memiliki keyakinan pada kebenaran Allah atau pesan Allah melalui mereka untuk maju dalam pertempuran itu, dan Debora yakin kemenangan telah menyertai mereka dan Allah ikut serta dalam pertempuran itu (Hakim-hakim 4:6-7).  Inilah arti dari berani karena kebenaran. 
Sebagai seorang pemimpin sebaiknya berani membela kebenaran dalam dunia kerja mereka.  Prinsip-prinsip ini dapat diterapkan di lembaga pendidikan Kristen dan gereja bahkan di rumah sakit Kristen lainnya.  Tanpa keberanian tidak ada kebenaran, dalam arti orang berani karena benar.  Berani bertindak untuk tetap menyatakan apa yang salah dalam dunia kerja dari korupsi, dan berani membela kebenaran dalam kondisi sedang sekarat dan krisis terjadi di depan mata.  Karakteristik ini layak dilakukan oleh pemimpin Kristen masa kini.[124]
Di dalam Perjanjian Lama Tuhan Allah memilih pemimpin-pemimpin yang potensial seperti Musa, Daud, Nehemia, dan Ester.  Sedangkan di dalam Perjanjian Baru Tuhan memilih orang-orang seperti Petrus dan Paulus, dan pada masa moderen ini Tuhan memakai para pemimpin seperti Martin Luther, John Calvin, dan John Wesley untuk menjadi katalis yang merintis perubahan. 
Kisah Para Rasul pasal dua, gereja tidak akan pernah meencapai potensi penyelamatannya yang penuh sampai pria dan wanita yang memiliki karunia kepemimpinan maju dan memimpin.  Perbedaan pada pemimpin yang berani adalah meraih perubahan dan perubahan itu akan menjadi warna yang indah.[125]  Pemimpin yang berani ada ujian terhadap mereka.  Di antara semua tantangan dalam kepemimpinan adalah tantangan untuk mengelola sumber daya.  Ketika lembaga tersebut menghadapi krisis keuangan, seorang pemimpin sebaiknya berani mengambil keputusan yang tepat dengan cara yang benar.
Pemimpin yang berani adalah pemimpin yang tidak terlibat kejahatan seperti koruptor, kompromi dengan hal-hal yang tidak benar.  Sebagai pemimpin sebaiknya berani mengambil keputusan yang hendak diputuskan, apabila ada dari antara pengikut mereka yang bersalah tentunya dalam hal mengambil keputusan pemimpin sebaiknya berdoa dan meminta petunjuk serta hikmat dari Tuhan.[126]
Karakteristik ini sebaiknya dimiliki oleh setiap pemimpin Kristen pada umumnya.  Keberanian menuntut tindakan, jika pemimpin tidak mempunyai keberanian, maka sistem kepemimpinan di dalamnya akan kacau.  Seorang pemimpin Kristen dapat bertindak tegas terhadap segala bentuk kejahatan jika terjadi dilembaga yang dipimpinnya meskipun keputusan tersebut berisiko.
 Itulah tandanya bahwa seorang pemimpin tidak ingin kompromi terhadap dosa.  Keberanian seorang pemimpin tidak sembarang berani, namun seorang pemimpin berani untuk membangun lembaganya supaya lembaganya bersih dari segala bentuk kejahatan sehingga nama Tuhan dipermuliakan melalui orang yang ada di lembaga tersebut.  Itulah sebabnya para pemimpin Kristen masa kini sebaiknya dapat menerapkan karakteristik ini di lembaga yang sedang mereka pimpin sekarang. 

C.  Motivator
Kata motivasi berarti dorongan, alasan, faktor pendorong, atau driving force (daya penggerak).  Sedangkan motif adalah daya atau energi pendorong manusia untuk bertindak.[127]  Motivasi merupakan dorongan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu, sedangkan motivator merupakan seseorang yang memberi dorongan terhadap orang lain dengan contoh pemimpin memberi dorongan kepada bawahannya untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik oleh karena pekerjaan yang dilakukan bawahan sebelumnya baik sekali.  Motivasi pada dasarnya merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang melakukan suatu tindakan atau aktivitas (actions or activities) dan memberikan kekuatan yang mengarahkan kepada pencapaian pemenuhan keinginan, kebutuhan, memberi kepuasan, atau mengurangi ketidak seimbangan.
Motivasi sesungguhnya tidak netral.  Motivasi tidak akan muncul jika tidak dirasakan rangsangan-rangsangan yang akan menumbuhkan aksi atau aktivitas.  Rangsangan-rangsangan yang dimaksud ada yang bersumber dari dalam dan ada pula dari luar individu.  Rangsangan yang bersumber dari dalam merupakan keinginan seseorang untuk mencapai sesuatu yang lebih baik, sebagai contoh jika seseorang ingin mendapai beasiswa nilai yang dituntut harus mencapai IPK 3,05 untuk mencapai hasil tersebut, maka orang itu akan belajar dengan giat.
Rangsangan yang bersumber dari luar merupakan dorongan dari orang lain untuk mencapai tujuan utama lembaga tersebut.  Contohnya seseorang siswa melakukan kegiatan belajar dengan baik, karena dituding orang yang menyatakan prestasinya rendah, maka siswa tersebut belajar dengan giat untuk mencapainya.    
Peran pemimpin sebagai motivator itu sangat mendasar, mengingat peristiwa belajar pada prinsipnya berlangsung dalam diri peserta didik.  Sebagai pemimpin di lembaga pendidikkan, kepala sekolah adalah perangsang atau membangkit semangat anak untuk belajar bahwa mereka bisa melakukan tugas mereka sebagai pelajar.  Dorongan belajar timbul dan semakin besar dalam diri peserta didik atas dasar beberapa kondisi berikut :
Pertama, ucapan-ucapan yang membangun dari pemimpin dan guru akan membangunkan semangat peserta didik.  Menurut Yount (1998), jika pemimpin dan guru di pandang oleh murid sebagai sahabat yang selalu bersedia di temui,  memiliki mengasuh, hangat, tidak kaku atau fleksibel, dan dewasa secara rohani, maka peserta didik juga akan merasa termotivasi.
Kedua, apa bila peserta didik melihat pemimpin mereka sebagai manusia biasa yang bertumbuh ke arah kedewasaan emosi dan pemikiran atau melihat pemimpin mereka yang ramah dan berwibawa.  Pengikut mereka pada umumnya merindukan teladan iman dan moral yang berdisiplin serta konsisten.  Alkitab mengungkapkan bahwa Rasul Paulus pun menasehati Titus supaya menjadi teladan di kalangan kaum muda (Titus 2:6-7).  Timotius pun dipesankan Paulus agar menjadi teladan bagi semua orang
(1 Timotius 4:12).
Ketiga, apabila peserta didik tahu manfaat hasil belajar mereka dan memahami bagaimana belajar secara efektif, maka mereka akan bersemangat belajar dan ingin mengetahuinya lebih dalam.  Kepala sekolah sebagai pemimpin di lembaga pendidikan dan guru yang juga melatih anak didik dalam cara belajar yang efektif.  Seperti cara praktis bagaimana membaca, menyelidiki, dan mempelajari Alkitab dengan baik dan benar akan membangkitkan gairah belajar mereka.
Keempat, sebagai pemimpin dapat menunjukkan antusiasme terhadap pengajaran yang di sampaikan dan memiliki cara hidup yang baik dan dapat di contoh serta mendemontrasikan itikad baik untuk membina relasi dengan peserta didik dan pengikut mereka.  Rick Yount (1998) mengemukakan bahwa dalam rangka memotivasi siswa krusial guru menunjukkan rasa ingin tahu (kuriositas) yang tinggi atas topik yang di perbincangkan atau atas masalah dan isu yang di diskusikan.  Kuriositas guru itu dapat dilihat murid dari pertanyaan yang di kemukakan, dari sikap mereka ketika mendengarkan berbagai pendapat peserta didik, serta dari cara mereka mengembangkan topik perbincangan. 

Sebagai pemimpin di lembaga pendidikan supaya dapat menunjukkan kuriositas mereka terhadap peserta didik.  Kuriositas pemimpin dapat dilihat dari mereka memperlakukan siswa dan pengikut mereka dengan baik, dari segi kemampuan, cara menanggapi, membangun relasi kepada peserta didik dan pengikut mereka, mendengar, serta menerima dan menyaring pendapat mereka.  Krusial bagi pemimpin Kristen atau guru PAK untuk memotivasi peserta didik khususnya mempelajari Alkitab, ini membutuhkan pertolongan Tuhan. 
Dalam hal itu Roh Kuduslah motivator dalam kehidupan orang percaya.  Menurut Injil Yohanes, Yesus menyebut Roh itu parakletos, penghibur, penolong yang lain, Roh kebenaran, yang mendiami dan menyertai kehidupan orang percaya (Yohanes 14:16-17, 26).  Roh Kuduslah yang sanggup memberi keceriaan, sukacita (Yunani: khara) di dalam hati, sehingga bersemangat untuk mempelajari pengetahuan iman.  Untuk menikmati intervestasi Roh Kudus, pemimpin dan guru perlu mengajak peserta didik atau pengikut mereka untuk sungguh-sungguh menyerahkan kegiatan belajar mengajar melalui saat teduh, doa, atau ibadah singkat.[128]
Kualitas kepemimpinan pada gilirannya ditentukan oleh motivasi.  Hanya motivasi yang baik, yang bisa melahirkan pemimpin yang baik.  Jika motivasi itu tidak baik, maka akan melahirkan pemimpin yang tidak baik sampai mereka memimpin suatu lembaga dan lembaga yang mereka pimpin akan tidak terarah, serta akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang jahat secara moral. 
Dalam bagian ini yang membedakan kepemimpinan adalah kualitas kepemimpinan mereka.  Kesadaran mengenai betapa krusialnya masalah “motivasi” bagi seorang pemimpin sudah lama ada.  Ambisi untuk menjadi pemimpin gereja pun menurut Paulus, adalah baik.  Luhur, mulia bila orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah (1Timotius 3:1). 
J. Oswald Snders (Spiritual Leadership) bahwa Alkitab tidak pernah menantang atau melarang “ambisi”.  Ambisi pada mereka yang menginginkannya adalah netral dalam arti tidak baik atau tidak jahat.  Yang membuat mereka baik atau jahat adalah moralitas dibaliknya.  Dengan perkataan lain “motivasinya”.  Inti peringatan Yeremia adalah, “Masakan engkau mencari hal-hal yang besar bagimu sendiri?” (Yeremia 45:5).  Oswald Sanders menyebutnya self-centered ambition; “ambisi yang berpusat pada kepentingan diri sendiri inilah yang buruk, dan inilah yang jahat.[129] 
Jadi sebagai pemimpin Kristen yang memimpin di lembaga pendidikan, kepala sekolah adalah sebagai motivator bagi anak-anak didik mereka supaya anak didik mempunyai minat dan daya tarik yang tinggi untuk melakukan sesuatu yang baik dan menghasilkan hal-hal yang baik dalam belajar untuk mencapai tujuan yang diharapkan mereka.  Motivasi dilakukan untuk kebaikan, jika motivasi itu benar, maka hasilnya akan benar pula.
Pemimpin yang menjadi motivator bagi bawahannya apa bila mereka, peduli, menjadi pendengar yang baik, mengajak pada kebaikan serta mengerti keinginannya.  Jika bagian ini diterapkan maka tidak menutup kemungkinan bahwa bawahan dan peserta didik di sekolah akan senang terhadap pemimpin yang demikian.  Oleh sebab itu pemimpin tersebut dikatakan sukses karena sudah membuat para pengikutnya senang dan merasa diberkati oleh motivasi pemimpinnya.  Sebagai pemimpin Kristen di lembaga pendidikan sebaiknya jadilah motivator yang baik bagi semua orang sehingga nama Tuhan dipermuliakan melalui sikap hidup sehari-hari.


[120] C. Peter Wagner., hlm. 32.

[121] C. Peter Wagner, hlm. 19.

[122] Ibid., hlm. 20.

[123] Ibid., hlm. 22.
[124] Jay Dennis, Terjemahan Anny Tedja, Leading With Billy Graham, (Surabaya: Majesty Books Publisher, 2006), hlm. 163-164.

[125] Bill Hybels, Courageous Leadership: Kepemimpinan Yang Berani, (Batam Center:, t,p., 2004), hlm. 27-28.
[126] Bill Hybels, hlm. 111.

[127] Sudarwan Danin, dan Widyawati Wiwien Rahayu, Profesi dan Profesionalisasi, (Yogyakarta: Paradigma Indonesia, 2009)., hlm. 62.
[128] Ibid., hlm. 113-114.

[129] Eka Darmaputera, Kepemimpinan dalam Perspektif Alkitab, (Yogyakarta: Kairos Books, 2005), hlm. 27-29.
�֕ �0#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar