BAB
IV
IMPLEMENTASI KETELADANAN DEBORA
SEBAGAI PEMIMPIN
Adapun keteladanan karakteristik Debora
sebagai pemimpin yang telah dibahas dalam bab tiga, dimana Debora memiliki
karakteristik yang baik sehingga menjadi besar.
Debora adalah seorang nabiah yang rendah hati, berani (berani karena
kebenaran), dan Debora sebagai motivator bagi Barak. Sebagai pemimpin Kristen baik di lembaga
pendidikan maupun di
gereja-gereja hendaklah memiliki ketiga karakteristik ini, walaupun masih
banyak karakteristik lain yang baik untuk dimiliki oleh seorang pemimpin
Kristen.
A. Rendah Hati
Bilangan 12:3 (NKJV) Mengatakan, “ Musa
adalah orang yang sangat rendah hati, melebihi semua orang yang hidup di bumi
ini.” Alkitab menjelaskan bahwa Musa
adalah orang yang paling rendah hati di dunia pada masa itu. Beberapa penerjemah Alkitab menggunakan “meekest” (paling lembut) sebagai ganti “humblest” (paling rendah hati) untuk
menerjemahkan kata Ibrani ‘anaw. Jadi, Musa adalah salah satu tokoh Alkitab
yang dapat diteladani.
Sebagai pemimpin yang berkuasa Musa
adalah pemimpin paling rendah hati. Ini
cocok dengan apa yang dikatakan Tuhan Yesus “Barang siapa merendahkan diri, ia
akan ditinggikan” (Matius 23:12).[120] Menjadi seorang yang rendah hati memang
sulit, namun sikap rendah hati terhadap Tuhan dan sesama itulah yang dikehendaki
Tuhan kepada manusia.
Kerendahan hati memiliki dua
dimensi. Pertama adalah kerendahan hati
terhadap Tuhan, dan yang kedua adalah kerendahan hati terhadap sesama dengan
kata lain kerendahan hati vertikal dan kerendahan hati horizontal.
Kerendahan
hati vertikal (terhadap Tuhan) adalah dasar yang tidak tergantikan bagi
kerendahan hati seorang pemimpin dalam hubungan sesama.
Peter mengatakan kerendahan hati
vertikal bagi kerendahan hati horizontal sama dengan iman bagi perbuatan,
artinya iman yang murni adalah melakukan perbuatan yang baik.[121] Itulah sebabnya Yakobus menulis, “Demikian
juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu
pada hakekatnya adalah mati” (Yakobus 2:17).
Iman yang mati dapat hidup dengan perbutan, ini berlaku juga bagi
kerendahan hati. Sebagai pemimpin Kristen sebaiknya rendah hati
di hadapan Tuhan, tetapi jika pemimpin itu tidak rendah hati terhadap orang
lain di sekitarnya,
maka tidak ada kehidupan. Intinya,
satu-satunya bukti yang dapat diukur bahwa seorang pemimpin mempunyai iman
sejati adalah perilaku mereka.
Yakobus berkata “Tunjukanlah kepadaku
imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari
perbuatan-perbuatanku” (Yakobus 2:18).
Ini cara lain untuk mengatakan bahwa perbuatan berbicara lebih keras
dari pada kata-kata. Jadi, sebagai
pemimpin Kristen dapat dengan tulus mengevaluasi diri mereka benar atau salah
adalah dengan mengamati apakah mereka rendah hati dalam berurusan dengan orang
lain, inilah cara satu-satunya yang tepat.[122]
Jika mereka sudah memiliki sifat kerendahan hati di hadapan
Tuhan, maka mereka siap untuk melangkah dalam dimensi yang kedua, yaitu
berhubungan dengan orang lain (Kerendahan hati horizontal). Kerendahan hati horizontal adalah kerendahan
hati terhadap sesama, artinya perilaku seorang pemimpin terhadap sesama adalah
menunjukkan apakah mereka rendah hati atau tidak. Itulah kerendahan hati horizontal. Jadi, selama hidup di bumi ini, maka yang
horizontalah yang paling penting. Murray
menyatakan pendapat yang sama dengan mengutip Rasul Yohanes, “Barang siapa tidak
mengasihi saudara-saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah,
yang tidak dilihatnya” (1 Yohanes 4:20).
Murray menulis, kasih manusia kepada
Tuhan hanyalah angan-angan, kecuali kebenarannya dibuktikan dalam menghadapi
ujian kehidupan sehari-hari dengan sesama manusia. Begitu pula dengan kerendahan hati, jadi
kerendahan hati seseorang di hadapan manusia adalah bukti yang cukup bahwa
kerendahan hati seseorang di hadapan Tuhan memang nyata.[123]
Pemimpin yang rendah hati adalah
pemimpin yang tunduk pada pada profesi.
Artinya tunduk kepada orang yang memberi tugas dan menjalankan tugas
dengan baik. Untuk menjalankan tugas
tersebut seorang pemimpin memiliki kejujuran dan berintegritas, sehingga mereka
menjadi orang yang dapat dipercaya. Sebagai pemimpi Kristen sebaiknya memiliki
kerendahan hati, tunduk pada profesi dan terlebih kepada Tuhan, mengutamakan
kepentingan orang lain dan menjadi pendengar yang baik bagi orang lain. Jika pemimpin ingin berhasil, maka hendaknya mereka
menerapkan prinsip ini.
B.
Berani
Pemimpinan yang berani adalah krusial
dan diperlukan dalam sebuah lembaga pendidikan Kristen, gereja dan lembaga
lainnya. Berani yang dimaksud adalah
berani karena kebenaran. Seorang yang berani
tidak brutal, emosi dan gegabah.
Pemimpin yang berani bearti pemimpin yang menegakkan kebenaran ilahi dan
memiliki pendirian yang tetap dalam mengambil segala keputusan.
Berani dalam arti bertindak benar dan
mempertahankan kebenaran, tidak kompromi dengan kejahatan dan prilaku buruk
baik korupsi, manipulasi dan berbohong.
Ketika keberanian itu dibutuhkan oleh orang-orang Kristen, sebagai
pemimpin tidak hanya duduk manis saja, mereka perlu melakukan sesuatu dalam
bertindak, menjadi proaktif. Sebagai
pemimpin ketika mengetahui sesuatu itu merupakan hal yang benar, mereka akan
tetap pada pendirian dan membicarakan
hal itu, tanpa memperdulikan apapun yang dapat terjadi. Hal ini serupa dengan apa yang dilakukan
Debora hakim Israel sebagai
penyambung lidah Allah.
Debora berani karena kebenaran Allah,
maka menyuruh Barak untuk maju berperang memimpin orang Israel yakni sepuluh
ribu orang bani Naftali dan Zebulon menuju gunung Tabor untuk melawan Sisera
panglima tentara Yabin raja Kanaan.
Debora tidak peduli dengan apa pun yang akan terjadi, karena Debora
tetap memiliki keyakinan pada kebenaran Allah atau pesan Allah melalui mereka
untuk maju dalam pertempuran itu, dan Debora yakin kemenangan telah menyertai
mereka dan Allah ikut serta dalam pertempuran itu (Hakim-hakim 4:6-7). Inilah arti dari berani karena
kebenaran.
Sebagai seorang pemimpin sebaiknya
berani membela kebenaran dalam dunia kerja mereka. Prinsip-prinsip ini dapat diterapkan di
lembaga pendidikan Kristen dan gereja bahkan di rumah sakit Kristen
lainnya. Tanpa keberanian tidak ada kebenaran,
dalam arti orang berani karena benar.
Berani bertindak untuk tetap menyatakan apa yang salah dalam dunia kerja
dari korupsi, dan berani membela kebenaran dalam kondisi sedang sekarat dan
krisis terjadi di depan mata.
Karakteristik ini layak dilakukan oleh pemimpin Kristen masa kini.[124]
Di dalam Perjanjian Lama Tuhan Allah
memilih pemimpin-pemimpin yang potensial seperti Musa, Daud, Nehemia, dan
Ester. Sedangkan di dalam Perjanjian
Baru Tuhan memilih orang-orang seperti Petrus dan Paulus, dan pada masa moderen
ini Tuhan memakai para pemimpin seperti Martin Luther, John Calvin, dan John
Wesley untuk menjadi katalis yang merintis perubahan.
Kisah Para Rasul pasal dua, gereja tidak
akan pernah meencapai potensi penyelamatannya yang penuh sampai pria dan wanita
yang memiliki karunia kepemimpinan maju dan memimpin. Perbedaan pada pemimpin yang berani adalah
meraih perubahan dan perubahan itu akan menjadi warna yang indah.[125] Pemimpin yang berani ada ujian terhadap
mereka. Di antara semua tantangan dalam
kepemimpinan adalah tantangan untuk mengelola sumber daya. Ketika lembaga tersebut menghadapi krisis keuangan,
seorang pemimpin sebaiknya berani mengambil keputusan yang tepat dengan cara
yang benar.
Pemimpin yang berani adalah pemimpin
yang tidak terlibat kejahatan seperti koruptor, kompromi dengan hal-hal yang
tidak benar. Sebagai pemimpin sebaiknya
berani mengambil keputusan yang hendak diputuskan, apabila ada dari antara
pengikut mereka yang bersalah tentunya dalam hal mengambil keputusan pemimpin
sebaiknya berdoa dan meminta petunjuk serta hikmat dari Tuhan.[126]
Karakteristik ini sebaiknya dimiliki
oleh setiap pemimpin Kristen pada umumnya.
Keberanian menuntut tindakan, jika pemimpin tidak mempunyai keberanian,
maka sistem kepemimpinan di dalamnya akan kacau. Seorang pemimpin Kristen dapat bertindak
tegas terhadap segala bentuk kejahatan jika terjadi dilembaga yang dipimpinnya
meskipun keputusan tersebut berisiko.
Itulah tandanya bahwa seorang pemimpin tidak
ingin kompromi terhadap dosa. Keberanian
seorang pemimpin tidak sembarang berani, namun seorang pemimpin berani untuk
membangun lembaganya supaya lembaganya bersih dari segala bentuk kejahatan
sehingga nama Tuhan dipermuliakan melalui orang yang ada di lembaga
tersebut. Itulah sebabnya para pemimpin
Kristen masa kini sebaiknya dapat menerapkan karakteristik ini di lembaga yang
sedang mereka pimpin sekarang.
C.
Motivator
Kata
motivasi berarti dorongan, alasan, faktor pendorong, atau driving force (daya penggerak).
Sedangkan motif adalah daya atau energi pendorong manusia untuk
bertindak.[127] Motivasi merupakan dorongan seseorang untuk
bertindak dengan cara tertentu, sedangkan motivator merupakan seseorang yang
memberi dorongan terhadap orang lain dengan contoh pemimpin memberi dorongan kepada
bawahannya untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik oleh karena pekerjaan yang
dilakukan bawahan sebelumnya baik sekali.
Motivasi pada dasarnya merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang
melakukan suatu tindakan atau aktivitas (actions
or activities) dan memberikan kekuatan yang mengarahkan kepada pencapaian
pemenuhan keinginan, kebutuhan, memberi kepuasan, atau mengurangi ketidak
seimbangan.
Motivasi
sesungguhnya tidak netral. Motivasi
tidak akan muncul jika tidak dirasakan rangsangan-rangsangan yang akan menumbuhkan aksi atau aktivitas. Rangsangan-rangsangan yang dimaksud ada yang bersumber
dari dalam dan ada pula dari luar individu. Rangsangan yang bersumber dari dalam
merupakan keinginan seseorang untuk mencapai sesuatu yang lebih baik, sebagai
contoh jika seseorang ingin mendapai beasiswa nilai yang dituntut harus
mencapai IPK 3,05 untuk mencapai hasil tersebut, maka orang itu akan belajar dengan giat.
Rangsangan
yang bersumber dari luar merupakan dorongan dari orang lain untuk mencapai
tujuan utama lembaga tersebut. Contohnya
seseorang siswa melakukan kegiatan belajar dengan baik, karena dituding orang
yang menyatakan prestasinya rendah, maka siswa tersebut belajar dengan giat
untuk mencapainya.
Peran pemimpin sebagai motivator itu
sangat mendasar, mengingat peristiwa belajar pada prinsipnya berlangsung dalam
diri peserta didik. Sebagai pemimpin di
lembaga pendidikkan, kepala sekolah adalah perangsang atau membangkit semangat
anak untuk belajar bahwa mereka bisa melakukan tugas mereka sebagai pelajar. Dorongan belajar timbul dan semakin besar
dalam diri peserta didik atas dasar beberapa kondisi berikut :
Pertama,
ucapan-ucapan yang membangun dari pemimpin dan guru akan membangunkan semangat
peserta didik. Menurut Yount (1998),
jika pemimpin dan guru di pandang oleh murid sebagai sahabat yang selalu
bersedia di temui,
memiliki mengasuh, hangat, tidak kaku atau fleksibel, dan dewasa secara
rohani, maka peserta didik juga akan merasa termotivasi.
Kedua, apa bila
peserta didik melihat pemimpin mereka sebagai manusia biasa yang bertumbuh ke
arah kedewasaan emosi dan pemikiran atau melihat pemimpin mereka yang ramah dan
berwibawa. Pengikut mereka pada umumnya
merindukan teladan iman dan moral yang berdisiplin serta konsisten. Alkitab mengungkapkan bahwa Rasul Paulus pun
menasehati Titus supaya menjadi teladan di kalangan kaum muda (Titus
2:6-7). Timotius pun dipesankan Paulus
agar menjadi teladan bagi semua orang
(1 Timotius
4:12).
Ketiga, apabila peserta
didik tahu manfaat hasil belajar mereka dan memahami bagaimana belajar secara
efektif, maka mereka akan bersemangat belajar dan ingin mengetahuinya lebih
dalam. Kepala sekolah sebagai pemimpin
di lembaga pendidikan dan guru yang juga melatih anak didik dalam cara belajar
yang efektif. Seperti cara praktis
bagaimana membaca, menyelidiki, dan mempelajari Alkitab dengan baik dan benar
akan membangkitkan gairah belajar mereka.
Keempat, sebagai
pemimpin dapat menunjukkan antusiasme terhadap pengajaran yang di sampaikan dan
memiliki cara hidup yang baik dan dapat di contoh serta mendemontrasikan itikad
baik untuk membina relasi dengan peserta didik dan pengikut mereka. Rick Yount (1998) mengemukakan bahwa dalam rangka
memotivasi siswa krusial guru menunjukkan rasa ingin tahu (kuriositas) yang
tinggi atas topik yang di perbincangkan atau atas masalah dan isu yang di
diskusikan. Kuriositas guru itu dapat
dilihat murid dari pertanyaan yang di kemukakan, dari sikap mereka ketika
mendengarkan berbagai pendapat peserta didik, serta dari cara mereka
mengembangkan topik perbincangan.
Sebagai pemimpin di lembaga pendidikan
supaya dapat menunjukkan kuriositas mereka terhadap peserta didik. Kuriositas pemimpin dapat dilihat dari mereka
memperlakukan siswa dan pengikut mereka dengan baik, dari segi kemampuan, cara
menanggapi, membangun relasi kepada peserta didik dan pengikut mereka,
mendengar, serta menerima dan menyaring pendapat mereka. Krusial bagi pemimpin Kristen atau guru PAK
untuk memotivasi peserta didik khususnya mempelajari Alkitab, ini membutuhkan
pertolongan Tuhan.
Dalam hal itu Roh Kuduslah motivator
dalam kehidupan orang percaya. Menurut
Injil Yohanes, Yesus menyebut Roh itu parakletos,
penghibur, penolong yang lain, Roh kebenaran, yang mendiami dan menyertai
kehidupan orang percaya (Yohanes 14:16-17, 26).
Roh Kuduslah yang sanggup memberi keceriaan, sukacita (Yunani: khara) di
dalam hati, sehingga bersemangat untuk mempelajari pengetahuan iman. Untuk menikmati intervestasi Roh Kudus,
pemimpin dan guru perlu mengajak peserta didik atau pengikut mereka untuk
sungguh-sungguh menyerahkan kegiatan belajar mengajar melalui saat teduh, doa,
atau ibadah singkat.[128]
Kualitas kepemimpinan pada gilirannya
ditentukan oleh motivasi. Hanya motivasi
yang baik, yang bisa melahirkan pemimpin yang baik. Jika motivasi itu tidak baik, maka akan
melahirkan pemimpin yang tidak baik sampai mereka memimpin suatu lembaga dan
lembaga yang mereka pimpin akan tidak terarah, serta akan melahirkan
pemimpin-pemimpin yang jahat secara moral.
Dalam bagian ini yang membedakan
kepemimpinan adalah kualitas kepemimpinan mereka. Kesadaran mengenai betapa krusialnya masalah
“motivasi” bagi seorang pemimpin sudah lama ada. Ambisi untuk menjadi pemimpin gereja pun
menurut Paulus, adalah baik. Luhur,
mulia bila orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan
yang indah (1Timotius 3:1).
J. Oswald Snders (Spiritual Leadership)
bahwa Alkitab tidak pernah menantang atau melarang “ambisi”. Ambisi pada mereka yang menginginkannya adalah netral
dalam arti tidak baik atau tidak jahat.
Yang membuat mereka baik atau jahat adalah moralitas dibaliknya. Dengan perkataan lain “motivasinya”. Inti peringatan Yeremia adalah, “Masakan engkau mencari hal-hal yang besar
bagimu sendiri?” (Yeremia 45:5).
Oswald Sanders menyebutnya self-centered ambition; “ambisi yang berpusat pada kepentingan diri sendiri
inilah yang buruk, dan inilah yang jahat.[129]
Jadi sebagai pemimpin Kristen yang
memimpin di lembaga pendidikan, kepala sekolah adalah sebagai motivator bagi
anak-anak didik mereka supaya anak didik mempunyai minat dan daya tarik yang
tinggi untuk melakukan sesuatu yang baik dan menghasilkan hal-hal yang baik
dalam belajar untuk mencapai tujuan yang diharapkan mereka. Motivasi dilakukan untuk kebaikan, jika
motivasi itu benar, maka hasilnya akan benar pula.
Pemimpin yang menjadi motivator bagi
bawahannya apa bila mereka, peduli, menjadi pendengar yang baik, mengajak pada
kebaikan serta mengerti keinginannya.
Jika bagian ini diterapkan maka tidak menutup kemungkinan bahwa bawahan
dan peserta didik di sekolah akan senang terhadap pemimpin yang demikian. Oleh sebab itu pemimpin tersebut dikatakan
sukses karena sudah membuat para pengikutnya senang dan merasa diberkati oleh
motivasi pemimpinnya. Sebagai pemimpin
Kristen di lembaga pendidikan sebaiknya jadilah motivator yang baik bagi semua
orang sehingga nama Tuhan dipermuliakan melalui sikap hidup sehari-hari.
[124] Jay Dennis, Terjemahan Anny
Tedja, Leading With Billy Graham, (Surabaya: Majesty Books Publisher,
2006), hlm. 163-164.
[125] Bill Hybels, Courageous Leadership:
Kepemimpinan Yang Berani, (Batam Center:, t,p., 2004), hlm. 27-28.
[127] Sudarwan Danin,
dan Widyawati Wiwien Rahayu, Profesi dan Profesionalisasi, (Yogyakarta:
Paradigma Indonesia, 2009)., hlm. 62.
[129] Eka Darmaputera, Kepemimpinan
dalam Perspektif Alkitab, (Yogyakarta: Kairos Books, 2005), hlm. 27-29.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar